D'Cat Queen

Because Travelling is not just a passion, it is a life need!

MENU

Des 2013

17

NEGERI DEWA DEWI BERTAKHTA? ITU DIENG ….

Dari dulu, aku pengen banget ke tempat ini. Alasan awal bukan karena objek-objek wisata indah di sana, tapi karena  suhunya yang dingin, bahkan bisa sampai minus di bulan Juli ato Agustus!! Aku suka tempat-tempat dingin. Gunung, dataran tinggi, negara-negara 4 musim, selalu jadi tujuan utamaku traveling.

Perjalanan keliling Jawa kali ini, membuka kesempatan untuk bisa singgah di Dieng. Keluar dari wisata  BATURADEN kita langsung menuju dataran tinggi tertinggi nomor 2 di dunia setelah Tibet, Dieng. Perjalanan kurang lebih 4 jam. Jalanannya sendiri sih bagus. Tapi 2 jam sebelum masuk ke daerah Dieng, jalanan terus menanjak curam. Yang bikin ketar-ketir, kita sampai di sana malam ;p. Trus kabut turun!! Hahaha, selamat mengandalkan insting dan fokus tinggi sewaktu driving 😉 . Belum lagi, di sebelahnya jurang. Untung aja mata suamiku masih tajem.. Kabutnya juga ga sembarangan sob… Jarak pandang hanya 2 meter waktu kita sampai.  Masalah berikutnya, Fylly rewel luar biasa. Antara dia mau susu (tapi air panasnya ga adaaaa!!) ato, dia mabok karena jalan yang berkelok-kelok. Kita stop di Alfamart yang ada di kanan jalan. Ga mau beli apa-apa, cuma mau minta air panas doang. Kita beli kalo perlu. Ternyata, mereka ga menjual air panas. Tapi mungkin karena kasian ama Fylly yang udah melas banget mukanya, salah satu dari mba-mba yang jaga di sana, langsung inisiatif balik ke kos nya, yang kebetulan di sebrang Alfamart, hanya untuk mengambil termos. Thank God, orang-orang di sini amat sangat ramah ternyata.

Kita masih harus naik sekitar 1 jam. Udah bingung aja kenapa ini ga sampe-sampe. Malah ya, kita baru sadar udah di Dieng pas melewati baliho bertuliskan, “SELAMAT JALAN”. Hehhhhh!!! Kapan nyampe nya, udah selamat jalan aja. Wkwkwkwkw… Dan baru sadar kalo kita udah di Dieng ;p.

Penginapan yang belum di booking samasekali, jadi masalah kedua. Tapi Dewi Fortuna sepertinya selalu kasihan dengan  orang yang traveling membawa bayi .. Buktinya, turun dari mobil, bertanya ama penduduk lokal yang lagi duduk-duduk di tepi jalan tentang penginapan yang bisa disewa, dia langsung nawarin rumah temannya yang kebetulan lagi kosong dan bisa disewa  hanya dengan Rp 400,000 semalam!! Tapi cerita tentang homestay yang kita tinggalin, bakal aku tulis terpisah di post berikutnya ;). 

SUNRISE DI SIKUNIR
Karena hanya akan menginap 1 malam di Dieng, rencana wisata kita atur secermat mungkin. Objek pertama yang dituju apalagi kalo bukan, sunrise di Sikunir ^o^.. Kita bangun jam 3.30 subuh, diantar oleh pak Kadi, orang yang tadi menawarkan kita rumah temennya untuk disewa. Pak Kadi berangkat naik motor, sementara kita membuntuti dari belakang dengan mobil. Suhu saat itu sekitar 5 derajat celcius, dan itu Bapak kliatan santai banget bawa motornya !! Kita berdua aja ampe ga idupin AC di mobil ;p. Dari penginapan ke Sikunir, sekitar 6 km. Jalannya nanjak, dan lumayan jelek, penuh lubang di mana-mana. Kabut sedikit turun saat kita datang, walo ga setebal saat tiba di Dieng kemarin malam. Sampai di parkiran mobil dan membayar tiket masuknya Rp 4,000 per orang, pak Kadi bertanya kita mau berhenti di puncak yang mana. Puncak 3, yang paling rendah, 2 yang medium ato 1 yang paling tinggi. Dengan PD, aku langsung menjawab, Puncak 1 😀 .

 

Perjalanan mendaki puncak, dalam kondisi gelap gulita, jalan setapak berupa tanah dan bebatuan, membuat langkah kita lebih sulit melangkah. Berkali-kali aku terpeleset, meskipun pak Kadi dengan berbaik hati udah membantu menerangi jalan di depan kita dengan senternya. Dan, dengan malu harus aku akuin, kondisi tubuh yang ga pernah olahraga sebelumnya, dan kini dipaksa untuk menanjak lumayan curam dengan medan yang masih alami begitu, plus lagi aku belum makan malam dan sarapan sejak sampai ke Dieng kemarin saking capeknya, bikin aku sukses nyaris pingsan dan muntah di jalan ;p Untungnya, masih nyaris.. Akupun, terpaksa nebelin muka dan bilang ke Pak Kadi kalo ngeliat sunrisenya dari puncak yang paling rendah aja ;p

 

Dan sampai di atas, semburat sinar matahari yang mulai naik, langsung bikin kita berdua yang tadinya ngerasa ini kaki kayak karet yang ga bisa berdiri tegak, melek dan merinding melihat ciptaan Nya 😉 Udara dingin samasekali ga terasa, karena badan kita yang mulai menghangat akibat mendaki tadi. Puncak di mana kita berdiri, lumayan rame saat itu. Sehingga harus bergantian untuk mengambil foto. Penjaja makanan dan minuman kecil juga laku diserbu orang-orang yang mungkin kelaperan seperti aku ;p.

 

Kita termasuk  beruntung dapat melihat sunrise di pagi itu. Karena di hari-hari sebelumnya, Dieng diguyur hujan sehingga kabut turun lebih tebal di pagi hari. Akibatnya, sunrise jadi ga bisa terlihat. Aakh.. nikmat mana lagi yang dipungkiri kalo begini 😉

 

Perjalanan turun ke bawah jelas lebih cepat dari naik. Dan dengan langit yang yang sudah terang, baru keliatan pemandangan seperti apa yang terhampar di kiri, kanan dan depan kita. Danau di kejauhan dekat parkiran, kebun-kebun kentang, pohon cabe , juga ada serombongan pengamen yang menyanyi dengan kostum eye catching. Kita sempetin deh foto dulu, dengan imbalan seikhlasnya ke mereka 😉

 

Pusat Oleh-Oleh Trisakti
Oleh pak Kadi, kita dibawa ke pusat oleh-oleh Trisakti, untuk membeli oleh-oleh buat temen sekantor dan di rumah.

Pusat Oleh-Oleh Trisakti di Dieng

 

“Lebih enak pagi-pagi gini Mba, belum rame, trus ntr Mba bisa puas jalan-jalan keliling tempat lain. Di sini ini juga murah.” 

 

Begitu kata Pak Kadi waktu ku tanya di mana membeli oleh-oleh khas Dieng. Ga tau juga sih apa bener tempat ini paling murah ato ga, tapi yang pasti barang-barang yang kita cari semuanya ada. Toh aku juga ga membeli banyak ;p

 

Sumur Jalatunda
Kita sempetin untuk balik ke rumah, menjemput papa mama dan packing sekalian untuk lanjut perjalanan ke Solo. Pak Kadi masih kita pakai sebagai guide  di Dieng ini.. Sebenernya ya, tanpa guide pun kita bisa menjelejah tempat-tempat wisata  Dieng. Karena semuanya terletak berdekatan  satu sama lain. Tapi dipikir-pikir, ga ada salahnya juga memakai jasa pak Kadi, karena dia tau banyak tentang Dieng dan yang terpenting, ramah banget 😉

 

Sumur Jalatunda yang  letaknya agak jauh dari tempat wisata lain. Untuk menuju ke sana, harus melewati jalanan yang hanya sedikit lebih bagus daripada jalan ke Sikunir. Sumur ini cendrung terlihat seperti danau kecil. Diameternya lebih dari 90 meter, apalagi kedalamannya. Kita hanya bisa melihatnya  dari atas, karena untuk turun ke bawah, lumayan curam dan berbahaya bagi orang luar. Sesampainya di atas,  ada 3 orang penjual batu, yang menunggu pengunjung seperti kita. Penjual batu?? Iya, mereka menjual batu seharga Rp 500 per butirnya, untuk kita lempar ke tengah-tengah sumur. Katanya nih, siapa yang bisa melempar tepat ke tengahnya, akan terkabul apa yang diinginkan ;p Hahahahaha, aku ga percaya hal-hal klenik begitu, tapi untuk mencoba melempar batu ke tengahnya,  kenapa ga?? Itung-itung berbagi rezeki dengan si penjual batu. Kasian kalo ga ada yang beli. Dan kita semua, ga ada 1 pun yang bisa melempar batu tepat di tengah. Semuanya pasti hanya sampai pinggiran sumur.

Mama mertua ikut melempar batu 😉

 

Mitos lain tentang Jalatunda ini, menurut si penjaga sumur, dia pernah melihat seorang putri dan ular besar yang muncul dari dalam airnya yang hijau, dan masuk kembali. Terserah deh mau percaya ato ga, tapi merinding juga  kalo denger ceritanya malam-malam ;p.

 

Kawah Candradimuka

 

Tempat yang satu ini nyaris saja kita lewatin.. Ternyata beberapa waktu lalu, kawah ini sempet ditutup karena jalanannya rusak parah! Untung aja para penjual batu di Sumur Jalatunda memberi tahu kalo jalan ke kawah ini sekarang  sudah bagus. Ga ada pungutan apapun saat kita masuk ke dalam. Dari atas, kepulan asap belerang sudah tebal kita lihat. Rada ragu awalnya mau turun ke bawah, takut asapnya berbahaya. Tapi si guide mengatakan kalo kawah ini samasekali aman. Turunan ke bawah sedikit curam, tapi at least sudah bagus. Bau asap belerangnya masih dalam batas tolerable lah. Sesampai di bawah, terlihat sebuah kawah yang ga begitu besar, tapi masih aktif mengeluarkan uap belerang. Serem ngeliatnya. Aku sempet menanyakan, apa pernah ada yang jatuh dan menjadi korban di sini? Jawabnya…..

 

“Yang namanya kawah, setiap tahun pasti meminta korban Mba. Di kawah ini juga sama. Selalu aja ada korban di sini. Ntah jatuh karena ga hati-hati, ato apalah. Kalo jatuh kesini Mba, 1 menit aja, tulang kita langsung ancur.” 

Menuruni Kawah Candradimuka

 

Hihhh, mendengar penjelasan si Mas penjaga kawah, aku langsung merinding.

 

Dekat dengan kawah Candradimuka, ga nyangka ada sebuah sumur yang disebut Sumur Adem Semar. Sewaktu airnya disentuh, gilaaaa, sedingin es, jernih, dan ga berbau samasekali. Padahal letaknya tepat depan-depanan ama si kawah panas yang aktif menggelegak itu.

 

Trus, di samping sumur adem semar , juga terdapat sebuah tempat yang dinamakan Batu Pertapaan. Ada aja ya orang yang mau bertapa di tempat begini…

 

Puas melihat kawah ini, ga lupa kita memberikan sedikit uang ala kadarnya ke si mas penjaga kawah. Dia ga mematok harga, hanya kerelaan dari masing-masing pengunjung 🙂

 

Kawah Sikidang
Ada banyak sekali kawah di Dieng ini. Sebagian masih berbahaya, tapi banyak juga yang dibuka untuk umum. Salah satunya, Kawah Sikidang. Dari segi luas, jelas kalahlah kawah Candradimuka yang kita datangi barusan. Kawah Sikidang ini juga lebih komersil, tiket masuknya dipatokin, dan kawasannya sendiri sudah sangat rame, baik oleh pengunjung, juga oleh para pedagang yang berjualan di dekat pintu masuk. Untuk melihat kawahnya, kita masih harus jalan sedikit jauh. Sambil melewati banyak sekali orang, juga ada jasa pemotretan langsung jadi dengan mengendarai kuda ato motor trail. Lumayan murah, cukup membayar Rp 5,000 saja jika menggunakan kamera sendiri dan tidak di cetak, atau Rp 10,000 kalo ingin dicetak.  Pastilah kita foto-foto juga di atas motor trailnya ;p .

Pedagang di pintu masuk Kawah Sikidang

 

Pas datang kemarin, kebetulan ada sekelompok perempuan cantik, yang sedang berpose menggunakan baju-baju model etnik. Awalnya aku pikir mereka model majalah yang sedang melakukan pemotretan. Tapi ternyata mereka ada di sana memang untuk berfoto bersama pengunjung. Tentu saja dengan bayaran tertentu ;p. Hmmm… karena suasana yang terlalu crowded gini, kok aku jadi kurang suka ya ama kawahnya. Jauuhhh lebih bagus kawah Candradimuka. Apalagi kawah Sikidang ini juga ga bisa diliat jelas. Wong asapnya mengepul tebel banget gitu… Ga terlalu mau lama-lama di sini, kitapun mutusin untuk pindah ke objek wisata berikutnya.

Menuju Kawah Sikidang
Ga kliatan apa-apa sebenernya di sini ;p

 

Pengecualian untuk candi yang banyak terdapat di Dieng, ga kita datangin ya.. Hahahaha, aku ga terlalu demen ngeliat yang namanya CANDI. Borobudur aja cukup sekali diliat, ga akan mau kesana lagi ;p

 

Dieng Plateau Theater
Sebuah bangunan besar  bertuliskan kata-kata Theater, menarik perhatianku. Pak Kadi mengatakan bahwa teater ini memutar film tentang sejarah Dieng. Langsung tertarik mendengarnya. Filmnya ga begitu lama, hanya 15 menit. Dibuka dengan sejarah pertamakali Dieng terbentuk. Dari letusan gunung berapi, terbentuklah kawasan Dieng. Arti Dieng sendiri yang berarti Tempat Dewa, bener-bener menggambarkan suatu tempat tinggi, asri dan hijau, dengan awan yang seolah terlihat rendah, layaknya seperti negeri di atas langit. Dari film pendek ini, aku jadi tahu kalo Dieng pernah mengalami bencana meletusnya kawah Sinila tahun 1979. Ratusan penduduknya meninggal. Suhu di daerah ini bisa mencapai 0 derajat saat bulan Juli dan Agustus. Tapi hebatnya, di film ini, penduduk digambarkan hanya memakai sarung saat suhu menjadi drop 😀 Hebat!! Beda ya ama masyarakat di negara 4 musim yang menggunakan coat tebal saat winter datang ;p.

 

Film ditutup dengan nyanyian Tanah Air Beta, yang sumpah bikin aku merinding dan semakin bangga dengan kekayaan tanah Indonesia 🙂

 

Telaga Warna &Telaga Pengilon
2 telaga yang berdekatan ini menjadi objek terakhir yang kita lihat. Karena ingin memotret keduanya secara berdampingan, kita dituntun oleh Pak Kadi melewati jalan setapak sempit melalui belakang theater. Melewati rimbunnya pohon, menanjak, dengan jalan yang semakin terjal tapi masih bisa dilalui, dan….. YUHUUUUU, 2 telaga kembar yang cantik itu ada di depan mata. Sebuah batu besar yang langsung menjorok ke arah jurang, menjadi tumpuan pijakan kita untuk melihat 2 telaga  di kejauhan. 1 nya berwarna hijau kebiruan (Telaga Warna) dan 1 nya coklat bak cermin (Telaga Pengilon).

Nanjak keatas melihat 2 telaga kembar
Masih naik terus 😉
Kebun kentang yang kita lewati dalam perjalanan ke atas
Pemandangan dari atas batu ^o^

 

Pemandangan di sekeliling kita saat itu berupa hamparan kebun hijau dengan sedikit kabut yang mulai turun. Berharap dalam hati, aku bisa menginjakkan kaki ke sini lagi suatu saat nanti ^o^

 

Aahh.. serasa ga puas hanya menginap semalam di Dieng. Tapi perjalanan kita masih panjang. Dan dalam hati, pasti, aku bakal kembali ke Dieng ^o^

Takuuuttt banget sebenernya naik ke sini. Belakang langsung jurang daleemmm..
Pak Kadi ;), Guide baik hati..
Kentang..kentang di mana-mana 😉
Bangunan yang lagi dibangun itu, nantinya menjadi tempat melihat danau kembar 😉

 
Related link to Dieng Story:

Penginapan Dieng

12 tanggapan untuk “NEGERI DEWA DEWI BERTAKHTA? ITU DIENG ….”

  1. jalan2liburan berkata:

    terharu baca mbak2 yg lgs inisiatif ke kos an nya ngambil air panas 🙂
    btw, guest house 400 ribu nya semoga ok yah, ditunggu review nya :))

    • iya mba… orang-orang yang aku temui slama perjalanan, baik-baik bgt… Tp kalo boleh bandingin nih, orang jawa tengah jauh lebih ramah-ramah 🙂 senyuuumm trs. Yg penginapan2 di review stlh cerita wisatanya selesai 😉

  2. cumilebay.com berkata:

    Eh baru tau lho kalo dataran tinggi dieng ini merupakan tertinggi ke 2 di dunia.
    Aku + temen2 juga ngak ada yg bisa lempar batu sampai tengah di jalatunda hehehee

  3. serunya jalan naik gunung,,,eh akhirnya kesampean juga ke diengnya..

  4. A berkata:

    aah jadi kangen sikunir. sunrise nya nagih :”)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

About Me

Fanny Fristhika Nila

Email: fannyfristhika@gmail.com

My Twitter: @f4nf4n

Lihat profil lengkapku

Follow Me

Subscribe Tulisanku


Delivered by FeedBurner

Archives

«

About Me

Fanny Fristhika Nila

Email: fannyfristhika@gmail.com

My Twitter: @f4nf4n

Lihat profil lengkapku

Follow Me

Subscribe Tulisanku


Delivered by FeedBurner

Archives

Copy Protected by Chetan's WP-Copyprotect.