Seorang temen yang dulu pernah bekerja di perusahaan yang sama denganku, mengajak untuk ketemuan, dengan mengundang beberapa temen lama yang juga pernah sama-sama 1 team di cabang HSBC Pondok Indah.

Ga susah untuk mencontact mereka semua sebenernya. Hanya saja, mengumpulkan orang di hari Jumat sepulang jam kantor, yang notabene selalu lebih macet daripada hari-hari biasa, lebih sibuk dan lebih capek, bikin rata-rata orang ingin pulang ke rumah tanpa harus singgah kemana-mana lagi, akan berarti ada banyak yang ga bisa untuk hadir.

Tapi akhirnya, dengan bujuk rayu dan serangan gencar via whatsup, sms, dan bbm, terkumpul juga 12 orang yang sudi meluangkan waktu kumpul bareng dengan temen-temen lama ^o^

Kami sepakat ketemu di RAKUMEN, terletak di lantai LG Senayan City, yang katanya menghidangkan ramen enak dan super pedas. Aku langsung setuju waktu mendengar kata ‘super pedas’ itu, walau ga begitu suka ramen sebenernya.

Sampai di Sency,  langsung turun menuju LG untuk mencari restoran Rakumen. Muterin 1 lantai di mana berderet banyak restoran dari ujung ke ujung, tapi belum kliatan palang bertuliskan RAKUMEN. Mulai mengarah ke Crystal Lagoon yang berada deket kolam ikan, tetap ga terlihat nama resto.

Akhirnya, melihat ke papan directory yang menunjukkan  lokasi semua tenants yang menyewa tempat di lantai LG, aku menemukan nama Rakumen yang ditulis: RAKUMEN By WARAKU. Oalaaahhh, anaknya Waraku toh. Kalo itu mah udah sempet aku lewatin pas muterin deretan restoran tadi.

Dan wajar aja aku ga bisa nemuin resto RAKUMEN, karena di depan restoran Waraku sendiri, samasekali ga tertulis kata-kata RAKUMEN. Trus dikiranya  cenayang apa, bisa nebak Waraku = Rakumen Resto?

Setelah memastikan dengan mba pelayan, aku pun langsung duduk di meja yang sudah direserved. Belum ada yang datang samsekali. Malah sebenernya, aku 1-1 nya yang duduk dalam restoran.

Hmmm…bukan tanda-tanda yang bagus. Secara ini mendekati jam makan malam, dan ga ada satu pun yang makan di sini? Either ini restoran ga enak, atau orang-orang masih bingung mau makan di mana?

Ruangannya sendiri ga begitu besar, tapi disusun dengan lay out yang pas. Suasana Jepang ga begitu terasa di sini. Kecuali aksen beberapa sumpit yang diletakkan di meja, seolah menegaskan kalau di sini tuh menyajikan masakan Jepang.

Sambil menunggu, aku melihat-lihat menu. Mulai dari appetizer, ramen, udon, sushi dan sashimi, juga juice dan dessert. Harganya standard. Untuk beberapa jenis makanan, masih lebih murah dibanding resto Jepang lainnya, tapi ada juga yang lumayan lebih mahal.

Coba memesan 1 Chuka Kuraage, alias Jelly Fish, seharga Rp 28,800. Porsi ternyata kecil banget. Dihidangkan basah dengan sedikit kuah di bawah. Rasanya gurih, kenyal dan lumayan enak menurutku. Tapi dengan porsi sekecil itu, jelas langsung habis hanya dalam beberapa suapan ;p

Saat beberapa temen sudah mulai datang, kami memesan menu yang bisa dimakan rame-rame. 1 porsi Salmon Toro jadi pilihan. Seporsinya ada 5 potong, dan harganya hanya Rp 45,800. Agak kaget sih pas baca. Karena murah banget dibanding Toro yang dijual di Sushi Tei. Dapet 5 potong lagi di Rakumen ini. Jadi jujur aku ga expect rasanya bakal sama segar dan enak seperti resto sushi lainn.

Tebakanku bener ;). Potongan Toronya ga begitu  segar, terasa hambar di mulut dan kebalikan dari kata Trinity Traveler di salah satu bukunya tentang Toro, samasekali ga bikin  ‘orgasme’ saat menyantapnya ;p.

1 porsi Salmon Skin (Rp 25,800), menu yang kami  pesan berikut. Juga  untuk rame-rame. Porsi cukuplah kalo untuk dicemilin bertiga. Rasanya sih sebenernya enak, tapi kurang crunchy aja. Di beberapa potongan fried skin, masih kerasa daging-daging Salmon yang menempel.

Chicken Katsu Curry Udon (Rp 87,800 ; Size Reg)

Porsi jumbooo. Lumayanlah dari segi rasa 😉 Pas hidangan ini datang, mangkuknya yang mirip baskom langsung bikin kaget ;p. Udah kuatir ga bakal sanggub menghabiskan. Tapi ternyata bisa-bisa aja tuh. Ludes tanpa sisa..

Pasangan sendok yang juga guedee..

Kawaebi Karaage (Rp 37,800)

Yang 1 ini agak mengecewakan, rasanya asiiinnnn. Kelewat asin kalau untukku. Dan dasarnya aku emang ga doyan udang yang digoreng tepung tapi dengan size kecil dan belum dikupas pula kulitnya. Makan jadi terasa ga enak.

Hokkai Ramen(Rp 77,800 ; Size med)

Ini dia ramen pesananku.  Udah bilang dari awal ama si mba pelayan, level pedesnya yang paling gila. Tapi saat datang, hmm… bukannya pedes, rasanya malah sedikit manis dan gurih. Beda banget ama review yang aku baca di detikfood. Rasa pedasnya mereka akalin dengan memasukkan beberapa cabe rawit ke dalam. Itupun, dengan pedas yang ga seberapa. Kecewaaa…

Intinya, cukup sekali ajalah makan ramen di sini. Lagi-lagi bukan resto yang bakal aku kunjungin untuk berikutnya. Dengan harga sedikit mahal, tapi kualitas rasa yang so-so, bukan alasan kuat untuk mendatangi resto ini di lain waktu .